Hakekat organisasi mahasiswa
Kampus ibarat miniatur sebuah negara. Di dalamnya berisi warga yang
merupakan insan intelektual yang senantiasa berinteraksi dengan ilmu dan
kenyataan di masyarakat. Dari sekitar 45.000 jumlah keseluruhan mahasiswa
Universitas Diponegoro yang memiliki corak yang beragam, sudah sepantasnyalah
dalam sebuah kampus memberikan model bagaimana mengatur sebuah negara sebagai
bentuk implementasi keintelektualitasannya.
Keinginan untuk membentuk sistem ketatanegaraan yang jelas dan memiliki
kedaulatan adalah impian. Sebagaimana kita ketahui bahwa kampus adalah miniatur
sebuah Negara dan mahasiswa adalah agent
of change dan iron stock untuk negara ini. Apa yang akan terjadi pada
negara ini ke depan dapat dilihat pada kondisi realita mahasiswa saat ini. Hal
ini menjadi parameter bagaimana seorang mahasiswa mampu atau tidak menerapkan
ilmunya ke dalam realita yang ada, selain langkah-langkah pressure group terhadap pemerintahan yang mengingkari kearifan
lokal dan kepentingan rakyat.
Mahasiswa Undip yang datang dari seluruh penjuru negeri berharap selain
dapat belajar tentang akademik, namun juga mengharapkan dapat belajar untuk
bermasyarakat. Pembelajaran akademik dapat dilakukan di dalam kelas, sedangkan
untuk belajar bermasyarakat salah satu contohnya adalah dengan mengikuti
organisasi intra kampus seperti Senat Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa,
serta Unit Kegiatan Mahasiswa. Oleh karena itu, universitas diharapkan mampu
untuk menyelenggarakan pendidikan yang tidak hanya mengedepankan aspek
akademis.
Setiap mahasiswa berhak untuk mengembangkan semua kemapuannya. Selain di
bidang akademik, mahasiswa juga berhak untuk mengembangkan kemampuannya di
bidang non-akademik. Hal ini menjadi dasar bahwasannya hak mahasiswa untuk belajar tidak boleh di
batasi, namun perlu di fasilitasi dan dikembangkan secara berkelanjutan. Pendampingan dan bimbingan dari dosen pembimbing sangat perlu dilakukan agar
setiap mahasiswa tidak lupa bahwa sejatinya mereka masih dalam tahapan belajar.
KAJIAN MENGENAI RENCANA KEBIJAKAN TATA LEMBAGA DI UNDIP
1. Persyaratan minimak IPK 3.0 untuk pengurus SENAT, BEM dan
HMJ/HMPS dirasa mendiskreditkan dan
membatasi mahasiswa dengan IPK kurang dari 3.0 yang ingin berorganisasi,
terlebih untuk fakultas eksak seperti FSM yang pada kenyataannya masih banyak yang memiliki IPK dibawah 3.0.
Padahal pada hakekatnya mahasiswa memiliki hak yang sama untuk belajar baik
dalam akademik maupun dalam hal ke-organisasian.
2. Senator fakultas
merupakan perwakilan mahasiswa dari jurusan masing-masing 2 orang dan dari UPK
masing-masing 1 orang kurang tepat dan sesuai dengan sistem demokrasi yang
telah berjalan di fakultas, karena pada hakekatnya yang memiliki massa
(mahasiswa) adalah jurusan dan anggota UPK adalah mahasiswa dari
jurusan-jurusan di fakultas. Sehingga akan lebih tepat jika senator fakultas
adalah perwakilan dari jurusan sesuai dengan kuota masing-masing yang dipilih
melalui mekanisme pemira.
3. Kabinet (pengurus inti) BEMF dan HMJ/HMPS disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing BEMF dan HMJ/HMPS, tidak harus kaku dengan ketentuan
bidang-bidang yang ada dalam rancangan peraturan tersebut.
4. Senat Mahasiswa UNDIP dari unsur perwakilan fakultas dan
perwakilan UKM kurang tepat. KM UNDIP merupakan miniatur sebuah negara berlandaskan
asas demokrasi yang menganut sistem partai sehingga senat mahasiswa UNDIP
merupakan perwakilan dari partai di UNDIP yang dipilih melalui mekanisme
pemira.
5. BSO fakultas berada dibawah pembinaan BEMF masing-masing
fakultas. Pada kenyataannya ada lembaga di fakultas selain BEM yang memiliki
BSO. Sehingga BSO sebaiknya tidak hanya dimiliki oleh BEMF, tapi juga lembaga –
lembaga fakultas lain yang membutuhkan/memiliki kepentingan.
Dalam berorganisasi juga perlu dibekali pengetahuan
bagaimana berorganisasi yang baik dan benar. Pelatihan seperti LKMM dan
pelatihan berorganisasi lainnya tidak cukup untuk membekali mahasiswa dalam
berorganisasi dikarenakan waktu dari pelatihan itu sendiri cukup singkat,
sedagkan dalam berorganisasi butuh proses untuk mencapai kematangan. Belum
lagi, apakah peserta mengerti tujuan dari dilaksanakannya pelatihan? Diperlukan
pengkaderan yang baik, strategi yang baik untuk menciptakan benih kader yang
baik, serta berbagai pemahaman. Sosialisasi harus diberikan secara luas dan
merata. Sehingga mahasiswa tidak hanya sekedar tau tetapi bisa memahami. Jika
diperlukan, pengadaan magang di suatu organisasi bagi mahasiswa baru sehingga
mereka memiliki gambaran bagaimana hidup berorganisasi.
Sebaiknya tidak ada batasan IPK untuk berorganisasi karena itu dapat membatasi mahasiswa untuk berkembang. Pengetahuan tidak hanya didapat dari kuliah. Jika ada batasan IPK, maka mahasiswa yang tidak memenuhi juga tidak bisa berkembang melalui organisasi.
Sebaiknya tidak ada batasan IPK untuk berorganisasi karena itu dapat membatasi mahasiswa untuk berkembang. Pengetahuan tidak hanya didapat dari kuliah. Jika ada batasan IPK, maka mahasiswa yang tidak memenuhi juga tidak bisa berkembang melalui organisasi.
Dalam membuat rencana/tujuan suatu organisasi sebaiknya
lembaga tersebut punya satu rencana yang dikerjakan oleh berbagai generasi,
sehingga rencana tersebut dapat terealisasikan atau disebut sebagai tujuan
bersama. Tidak selalu mengubah kebijakan yang ada. Apabila suatu tujuan yang
sudah ditetapkan kemudian diganti atau diubah karena pergantian kepengurusan,
maka tujuan itu tidak akan pernah tercapai bahkan bisa semakin tidak jelas.
Kebijakan-kebijakan baru belum tentu merubah semuanya menjadi lebih baik.
Tetapi bagaimana suatu kebijakan bisa menjadi pengiring suatu tujuan itu agar
tercapai.
BSO? Terlalu ribet. Untuk tampungan aspirasi, sudah ada
Senat. Tampungan kreativitas? Sudah ada UPK. Mengetahui alokasi pendanaan
kegiatan kemahasiswaan dari BEM? Sudah ada Senat juga yang berwenang mengetahui
alokasi pendanaan.
Lembaga
mahasiswa merupakan icon yang khas dikalangan mahasiswa, dimana tujuan dari
dibentuknya lembaga mahasiswa ini yaitu sebagai wadah pelayanan yang dapat
menyejahterakan mahasiswa karena kita tahu bahwa sosial kampus merupakan
lingkungan yang sistematik dan struktural sehingga mahasiswa membutuhkan suatu
lembaga yang legal, dilakukan bersama / orang banyak serta berbasis dari, oleh
dan untuk mahasiswa agar aspirasi dapat tersalurkan.
Tata
lembaga ini telah diatur dalam suatu aturan yang disebut peraturan tata lembaga
yang dibentuk pada Musyawarah Keluarga Mahasiswa (MKM), dimana kontennya
berisikan kesepakatan dan aturan – aturan yang mengikat tentang kelembagaan
yang ada di kampus. Akan tetapi Maret 2013 lalu PD III ( Pembantu Dekan bagian
III ) Fakultas Ekonomika dan Bisnis mengajukan usulan perubahan Perturan tata
lembaga yang disampaikan pada pertemuan rutin bulanan para PD III dan PR III (
Pembantu Rektor bagian III ) Universitas Diponegoro, dimana usulan peraturan
tata lembaga tersebut merupakan peraturan tata lembaga yang telah ditetapkan di
FEB (Fakultas Ekonomika dan Bisnia), sampai saat ini draf usulan peraturan tata lembaga tersebut masih
dalam pembahasan karena banyak mahasiswa yang menolak, hal ini disebabkan
banyaknya aturan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kelembagaan
yang ada. Misalnya pada usulan peraturan tata lembaga yang baru mengatur bahwa
sistem pemilihan presiden dan wakil presiden BEM KM dilakukan dengan musyawarah
hal ini jelas sekali tidak efisien karena jumlah mahasiswa Undip untuk S1 dan
D3 itu sekitar 40.000 mahasiswa jikalau dilakukan musyawarah tidak ada tempat
yang memungkinkan untuk menampung mahasiswa sebanyak itu untuk melakukan
musyawarah, selain itu presentase mahasiswa yang golput atau tidak ikut dalam
pesta demokrasi juga akan semakin besar. (senatfsm2013/keluargasinar)Hakekat organisasi mahasiswa Kampus ibarat miniatur sebuah negara. Di dalamnya berisi warga yang merupakan insan intelektual yang senantiasa berinteraksi dengan ilmu dan kenyataan di masyarakat. Dari sekitar 45.000 jumlah keseluruhan mahasiswa Universitas Diponegoro yang memiliki corak yang beragam, sudah sepantasnyalah dalam sebuah kampus memberikan model bagaimana mengatur sebuah negara sebagai bentuk implementasi keintelektualitasannya. Keinginan untuk membentuk sistem ketatanegaraan yang jelas dan memiliki kedaulatan adalah impian. Sebagaimana kita ketahui bahwa kampus adalah miniatur sebuah Negara dan mahasiswa adalah agent of change dan iron stock untuk negara ini. Apa yang akan terjadi pada negara ini ke depan dapat dilihat pada kondisi realita mahasiswa saat ini. Hal ini menjadi parameter bagaimana seorang mahasiswa mampu atau tidak menerapkan ilmunya ke dalam realita yang ada, selain langkah-langkah pressure group terhadap pemerintahan yang mengingkari kearifan lokal dan kepentingan rakyat. Mahasiswa Undip yang datang dari seluruh penjuru negeri berharap selain dapat belajar tentang akademik, namun juga mengharapkan dapat belajar untuk bermasyarakat. Pembelajaran akademik dapat dilakukan di dalam kelas, sedangkan untuk belajar bermasyarakat salah satu contohnya adalah dengan mengikuti organisasi intra kampus seperti Senat Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, serta Unit Kegiatan Mahasiswa. Oleh karena itu, universitas diharapkan mampu untuk menyelenggarakan pendidikan yang tidak hanya mengedepankan aspek akademis. Setiap mahasiswa berhak untuk mengembangkan semua kemapuannya. Selain di bidang akademik, mahasiswa juga berhak untuk mengembangkan kemampuannya di bidang non-akademik. Hal ini menjadi dasar bahwasannya hak mahasiswa untuk belajar tidak boleh di batasi, namun perlu di fasilitasi dan dikembangkan secara berkelanjutan. Pendampingan dan bimbingan dari dosen pembimbing sangat perlu dilakukan agar setiap mahasiswa tidak lupa bahwa sejatinya mereka masih dalam tahapan belajar. KAJIAN MENGENAI RENCANA KEBIJAKAN TATA LEMBAGA DI UNDIP 1. Persyaratan minimak IPK 3.0 untuk pengurus SENAT, BEM dan HMJ/HMPS dirasa mendiskreditkan dan membatasi mahasiswa dengan IPK kurang dari 3.0 yang ingin berorganisasi, terlebih untuk fakultas eksak seperti FSM yang pada kenyataannya masih banyak yang memiliki IPK dibawah 3.0. Padahal pada hakekatnya mahasiswa memiliki hak yang sama untuk belajar baik dalam akademik maupun dalam hal ke-organisasian. 2. Senator fakultas merupakan perwakilan mahasiswa dari jurusan masing-masing 2 orang dan dari UPK masing-masing 1 orang kurang tepat dan sesuai dengan sistem demokrasi yang telah berjalan di fakultas, karena pada hakekatnya yang memiliki massa (mahasiswa) adalah jurusan dan anggota UPK adalah mahasiswa dari jurusan-jurusan di fakultas. Sehingga akan lebih tepat jika senator fakultas adalah perwakilan dari jurusan sesuai dengan kuota masing-masing yang dipilih melalui mekanisme pemira. 3. Kabinet (pengurus inti) BEMF dan HMJ/HMPS disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing BEMF dan HMJ/HMPS, tidak harus kaku dengan ketentuan bidang-bidang yang ada dalam rancangan peraturan tersebut. 4. Senat Mahasiswa UNDIP dari unsur perwakilan fakultas dan perwakilan UKM kurang tepat. KM UNDIP merupakan miniatur sebuah negara berlandaskan asas demokrasi yang menganut sistem partai sehingga senat mahasiswa UNDIP merupakan perwakilan dari partai di UNDIP yang dipilih melalui mekanisme pemira. 5. BSO fakultas berada dibawah pembinaan BEMF masing-masing fakultas. Pada kenyataannya ada lembaga di fakultas selain BEM yang memiliki BSO. Sehingga BSO sebaiknya tidak hanya dimiliki oleh BEMF, tapi juga lembaga – lembaga fakultas lain yang membutuhkan/memiliki kepentingan. Dalam berorganisasi juga perlu dibekali pengetahuan bagaimana berorganisasi yang baik dan benar. Pelatihan seperti LKMM dan pelatihan berorganisasi lainnya tidak cukup untuk membekali mahasiswa dalam berorganisasi dikarenakan waktu dari pelatihan itu sendiri cukup singkat, sedagkan dalam berorganisasi butuh proses untuk mencapai kematangan. Belum lagi, apakah peserta mengerti tujuan dari dilaksanakannya pelatihan? Diperlukan pengkaderan yang baik, strategi yang baik untuk menciptakan benih kader yang baik, serta berbagai pemahaman. Sosialisasi harus diberikan secara luas dan merata. Sehingga mahasiswa tidak hanya sekedar tau tetapi bisa memahami. Jika diperlukan, pengadaan magang di suatu organisasi bagi mahasiswa baru sehingga mereka memiliki gambaran bagaimana hidup berorganisasi. Sebaiknya tidak ada batasan IPK untuk berorganisasi karena itu dapat membatasi mahasiswa untuk berkembang. Pengetahuan tidak hanya didapat dari kuliah. Jika ada batasan IPK, maka mahasiswa yang tidak memenuhi juga tidak bisa berkembang melalui organisasi. Dalam membuat rencana/tujuan suatu organisasi sebaiknya lembaga tersebut punya satu rencana yang dikerjakan oleh berbagai generasi, sehingga rencana tersebut dapat terealisasikan atau disebut sebagai tujuan bersama. Tidak selalu mengubah kebijakan yang ada. Apabila suatu tujuan yang sudah ditetapkan kemudian diganti atau diubah karena pergantian kepengurusan, maka tujuan itu tidak akan pernah tercapai bahkan bisa semakin tidak jelas. Kebijakan-kebijakan baru belum tentu merubah semuanya menjadi lebih baik. Tetapi bagaimana suatu kebijakan bisa menjadi pengiring suatu tujuan itu agar tercapai. BSO? Terlalu ribet. Untuk tampungan aspirasi, sudah ada Senat. Tampungan kreativitas? Sudah ada UPK. Mengetahui alokasi pendanaan kegiatan kemahasiswaan dari BEM? Sudah ada Senat juga yang berwenang mengetahui alokasi pendanaan. Kritisisasi Peraturan Tata Lembaga Lembaga mahasiswa merupakan icon yang khas dikalangan mahasiswa, dimana tujuan dari dibentuknya lembaga mahasiswa ini yaitu sebagai wadah pelayanan yang dapat menyejahterakan mahasiswa karena kita tahu bahwa sosial kampus merupakan lingkungan yang sistematik dan struktural sehingga mahasiswa membutuhkan suatu lembaga yang legal, dilakukan bersama / orang banyak serta berbasis dari, oleh dan untuk mahasiswa agar aspirasi dapat tersalurkan. Tata lembaga ini telah diatur dalam suatu aturan yang disebut peraturan tata lembaga yang dibentuk pada Musyawarah Keluarga Mahasiswa (MKM), dimana kontennya berisikan kesepakatan dan aturan – aturan yang mengikat tentang kelembagaan yang ada di kampus. Akan tetapi Maret 2013 lalu PD III ( Pembantu Dekan bagian III ) Fakultas Ekonomika dan Bisnis mengajukan usulan perubahan Perturan tata lembaga yang disampaikan pada pertemuan rutin bulanan para PD III dan PR III ( Pembantu Rektor bagian III ) Universitas Diponegoro, dimana usulan peraturan tata lembaga tersebut merupakan peraturan tata lembaga yang telah ditetapkan di FEB (Fakultas Ekonomika dan Bisnia), sampai saat ini draf usulan peraturan tata lembaga tersebut masih dalam pembahasan karena banyak mahasiswa yang menolak, hal ini disebabkan banyaknya aturan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kelembagaan yang ada. Misalnya pada usulan peraturan tata lembaga yang baru mengatur bahwa sistem pemilihan presiden dan wakil presiden BEM KM dilakukan dengan musyawarah hal ini jelas sekali tidak efisien karena jumlah mahasiswa Undip untuk S1 dan D3 itu sekitar 40.000 mahasiswa jikalau dilakukan musyawarah tidak ada tempat yang memungkinkan untuk menampung mahasiswa sebanyak itu untuk melakukan musyawarah, selain itu presentase mahasiswa yang golput atau tidak ikut dalam pesta demokrasi juga akan semakin besar. (senatfsm2013/keluargasinar)
0 komentar:
Posting Komentar